Anambas | Jaksa menuntut dua terdakwa korupsi pembangunan Puskesmas Siantan Selatan dengan hukuman berbeda.
Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor pada PN Tanjungpinang, Rabu (21/5), Bambang Wiratdany sebagai jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Baban Subhan dengan pidana dua tahun dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan.
Sedangkan terdakwa Johan Intan, JPU menuntut pidana 3 tahun dengan denda Rp 50 juta dan subsider kurungan 6 bulan.
Ketua Majelis Hakim PN Tanjungpinang, Boy Syalendra dengan anggota Fauzi dan Syaiful Arif memimpin langsung sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan tersebut.
“Terdakwa Johan Intan juga dikenakan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 560 Juta lebih. Apabila setelah putusan berkekuatan tetap selama satu bulan tidak ada mengembalikan, maka harta benda akan disita lalu dilelang untuk pemenuhan pengganti,” ujar JPU Bambang Wiratdany dalam keterangan tertulis yang dikutip, Jumat (23/5/2025).
Jika tak memiliki harta benda, maka terdakwa Johan Intan akan mengganti denda tersebut dengan pidana tambahan pengganti berupa pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan.
Dalam perkara ini, kata Bambang, perbuatan para terdakwa telah merugikan keuangan Negara sebesar Rp 880 juta lebih.
Terhadap kerugian Negara ini, terdakwa Johan Intan telah melakukan pengembalian sebesar Rp 300 juta melalui Bank BSI yang dititipkan di rekening Kejati Kepri.
“Ada juga uang Rp 20 juta yang telah disetorkan ke kas daerah Anambas pada Desember 2023,” sebutnya.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa korupsi di Anambas ini diyakini dan terbukti bersalah melawan hukum.
Pihaknya menemukan adanya pengajuan surat permintaan pembayaran uang muka sebesar 30 persen yang tidak sesuai ketentuan hukum dari Johan Intan selaku Kuasa Direktur CV SJY kepada Baban Subhan selaku KPA dan PPK.
Johan Intan mengajukan pembayaran termin secara tertulis ke Baban Subhan.
Johan Intan menindaklanjuti dengan hanya membayar termyn 25 persen dan telah menerima angsuran pengembalian uang muka 25 persen dari jumlah uang muka yang diterima penyedia pekerjaan konstruksi.
Namun, sisa pengembalian uang muka sebesar 75 persen direncanakan dilakukan pemotongan secara proporsional pada pembayaran termyn selanjutnya.
Hingga berakhirnya masa kontrak kerja pada 22 Desember 2019, terdakwa Johan Intan tak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
Dengan progres yang hanya mencapai 31,8 persen, akhirnya terdakwa Baban Subhan mengambil tindakan pemutusan kontrak kerja dan mengusulkan masuk ke daftar hitam.
Sampai masa kontrak kerja berakhir, Johan Intan tidak pernah melakukan pelunasan angsuran uang muka.
“Sidang lanjutan, Rabu tanggal 11 Juni 2025 dengan agenda Pledoi dari masing – masing penasehat hukum terdakwa,” pungkasnya.