Batam | Fakta lain terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IV DPRD Batam terkait polemik PT Maruwa Indonesia, Rabu (28/5/2025) sore.
PT Maruwa Indonesia sempat viral di Batam setelah sejumlah pekerja belum menerima penuh hak keuangan mereka.
Puluhan karyawan mendatangi lobi DPRD Batam dan sejumlah perwakilan juga telah masuk ruang rapat Komisi IV DPRD Batam.
Namun, tak satu pun petinggi PT yang hadir memenuhi undangan dewan.
Padahal dalam surat undangan RDP itu disebutkan nama sebagai perwakilan yang harus hadir, yakni Komisaris PT Maruwa Indonesia Mr. Yukata Shibata, Direktur Mr. Susuma Hirabayshi.
Yang justru hadir mewakili perusahaan adalah Aris Sianturi selaku Manager Production Control PT Maruwa Indonesia yang juga terdampak masalah ini.
Mengenai keberadaan petinggi perusahaan yang merupakan WNA, Kabid Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Batam, Jefrico Daud Marturia yang hadir dalam RDP itu mengatakan tiga dari empat petinggi PT Maruwa Indonesia yang berkewarganegaraan Jepang kini telah meninggalkan Indonesia.
“Hanya satu yang masih di Indonesia,” ujar Jefri tanpa merinci siapa dan ke negara mana tiga orang itu pergi.
Namun Jefrico menjelaskan bahwa pencegahan WNA tidak bisa serta-merta dilakukan tanpa dasar hukum.
Sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, tindakan itu hanya bisa dilakukan atas permintaan pejabat tinggi negara seperti Jaksa Agung, Kapolri, Ketua KPK, atau berdasarkan hasil pengawasan keimigrasian dan keputusan administratif.
“Jadi sesuai UU saat ini, kami belum bisa melakukan pencegahan,” ujarnya.
Meski begitu, imbuhnya, proses hukum tetap bisa dilakukan.
Jika ada laporan pidana atau perdata yang masuk ke aparat penegak hukum, Imigrasi dapat menindaklanjuti dan menghentikan izin tinggal orang asing meskipun masa berlakunya belum habis.
“Setelah ada laporan masuk, baru lah nanti kami akan melakukan proses keimigrasian apabila orang asing ini dirasa harus dihentikan izin tinggalnya walaupun masa berlakunya belum habis,” ungkapnya.
Dalam forum itu, Aris Sianturi menyampaikan permohonan kepada pemerintah agar bisa menahan para petinggi perusahaan untuk tidak keluar dari Indonesia sebelum tanggung jawab terhadap hak-hak karyawan diselesaikan.
“Ini persoalan kemaslahatan hidup orang banyak. Kami mohon kepada pemerintah untuk bisa menahan mereka jangan lari ke luar negeri,” kata Aris.
Pihaknya sendiri mengaku tidak tahu-menahu soal kabar keberangkatan tersebut.
“Saya tidak tahu mereka lari atau tidak, itu kan bahasanya imigrasi,” ucapnya.
Sementara itu, diketahui satu petinggi yang masih berada di Batam disebut sebagai Presiden Direktur PT Maruwa Indonesia dan tinggal di kawasan Southlink, Sei Ladi, Sekupang.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi IV DPRD Batam, Dandis Rajagukguk meminta agar satu petinggi yang tersisa bisa dicegah keluar negeri sampai urusan perusahaan dengan karyawan selesai.
“Inilah harapan kami lagi, kalau yang satu ini lewat, selesai lah,” tegas Dandis.
Pembahasan dalam RDP berjalan panjang, bahkan hingga pukul 17:27 WIB belum kunjung selesai.




































