Batam | Kepala Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Kapolda Kepri) Irjen Pol. Asep Safrudin menegaskan tidak ditemukan unsur kesengajaan dalam kasus dugaan keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di wilayah tersebut.
Menurut jenderal polisi bintang dua itu, dari hasil pendalaman yang dilakukan jajarannya terkait kasus dugaan keracunan MBG yang terjadi di Karimun, Batam dan Bintan, karena ada faktor-faktor yang luput, seperti waktu pengiriman, kontrol kualitas, dan kondisi kesehatan dari anak penerima MBG.
“Pendalaman sedang berproses, temuan yang tadi kami sampaikan, tidak ada unsur kesengajaan atau mereka (SPPG) sengaja menyimpan kaca, itu tidak ada,” kata Asep usai kegiatan rapat koordinasi dan sosialisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Mapolda Kepri, Selasa (30/9)
Polda Kepri telah menurunkan tim Ditreskrimsus ke sejumlah daerah yang ditemukan permasalahan MBG, yakni Karimun, Bintan dan Batam.
Dari hasil pendalaman itu, kata dia, permasalahan MBG terjadi karena beberapa faktor, terutama terkait kontrol kualitas (quality control) di dapur SPPG, pemilihan bahan baku berkualitas, permasalahan kebersihan, dan kontrol kesehatan makanannya, atau waktu pengiriman yang tidak sinkron.
Dia mencontohkan, ada dapur SPPG yang telah menyiapkan MBG pukul 09.00 WIB, ternyata di sekolah anak-anak baru bisa makan pukul 11.00 WIB, sementara makanan tersebut sudah dimasak sejak pukul 05.00 WIB. Adanya keterlambatan ini bisa menyebabkan makanan menjadi basi.
“Nah ini harus dievaluasi. Perlu sinkronisasi antara sekolah, dan SPPG. Kenapa bisa terjadi “miss” itu. Nah, hal ini jangan sampai terjadi,” ujarnya.
Kemudian, ditemukan juga permasalahan, sebelum mengkonsumsi MBG, anak-anak sudah jajan terlebih dahulu di luar sekolah yang kualitas makanan, keamanan pangan-nya, tidak terkontrol.
“Ada faktor lain, mereka (anak-anak) mengkonsumsi jajanan yang di luar MBG, jajan yang tidak tau orang higienisnya,” katanya.
Faktor lainnya, ada anak yang memilik alergi terhadap makanan tertentu, tetapi tidak terkomunikasikan dengan pihak sekolah dan SPPG.
Berangkat dari permasalahan-permasalahan tersebut, Polda Kepri menginisiasi ruang diskusi bagi pemangku kepentingan terkait untuk berkomunikasi, memitigasi agar program MBG dapat berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan.
Karena lanjut Asep, beberapa anak sekolah yang dia temui, mengharapkan adanya MBG tersebut, karena mereka tidak dibekali sarapan oleh orang tuanya di rumah, dikarenakan kesibukan orang tua yang bekerja. Ada juga dari keluarga yang tidak mampu.
“Banyaknya masalah seperti ini, maka berangkat dari situ, kami jajaran kepolisian menilai perlu ngobrol bareng dengan pemangku kepentingan MBG sekalian,” kata Asep.
Mantan Kapolresta Barelang itu menyebut, permasalahan MBG seperti dugaan keracunan, ditemukan serpihan kaca dalam ompreng terjadi di wilayah Kepri, tetapi jumlahnya tidak signifikan seperti di daerah lainnya.
Untuk itu pihaknya mengundang kepala SPPG, kepala dinas kesehatan, kepala dinas pendidikan se wilayah Kepri, dan BPOM untuk berdiskusi guna memitigasi jangan sampai terjadi permasalahan MBG lebih besar lagi di wilayah tersebut.
“Alhamdulillah di Kepri ada masalah (MBG) tapi tidak banyak. Kami sedang dalami, proses pemeriksaan. Hasilnya ada yang permasalahan mekanisme pengiriman, masalah jajan di luar MBG, dan ini sedang kami pastikan permasalahannya apakah dari SPPG atau bahan makanan jajan itu,” kata Asep.