Batam | Terdakwa kasus korupsi pengelolaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) jasa pemanduan dan penundaan kapal di Pelabuhan Batam, Allan Roy Gema, kembali menitipkan uang pengganti kerugian negara senilai Rp 1,3 miliar dan USD 14.276,60 ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, Selasa (20/5).
Penitipan dana ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan Allan. Sebelumnya, pada 16 Mei lalu, ia telah menyerahkan Rp 1,5 miliar.
“Terdakwa kembali menitipkan Rp 1.300.476.460,43 dan USD 14.276,60, sehingga total titipan mencapai Rp 2.800.476.460,43,” ujar Kepala Kejari Batam, I Ketut Kasna Dedi dalam keterangannya yang dikutip, Kamis (22/5/2025)
Kasna menegaskan bahwa uang yang diserahkan merupakan bagian dari total kerugian negara sebagaimana hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kepulauan Riau dan bahwa penitipan tersebut tidak menghapus proses pidana yang sedang berjalan.
“Allan tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Persidangan masih berlangsung di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang dengan agenda pemeriksaan terdakwa,” kata Kasna.
Allan Roy Gema tercatat sebagai direktur di dua perusahaan swasta, yaitu PT Gemalindo Shipping Batam dan PT Gema Samudera Sarana yang diduga melakukan manipulasi setoran PNBP jasa pelabuhan sejak tahun 2015 hingga 2021.
“Modus korupsi dilakukan melalui pengelolaan pembayaran pemanduan dan penundaan kapal yang tidak seluruhnya disetor ke kas negara,” ujarnya.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Batam, Priandi menjelaskan bahwa terdapat dua perkara yang menjerat Allan. Perkara pertama terkait pengelolaan PNBP oleh PT Gemalindo Shipping pada 2015–2021, sedangkan perkara kedua melibatkan PT Gema Samudera Sarana pada tahun 2021.
Dalam pengembangan perkara, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau telah menetapkan empat tersangka. Dua di antaranya, Allan Roy Gema dan Syahrul kini berstatus terdakwa dan tengah disidangkan. Syahrul sendiri merupakan Direktur Utama PT Segara Catur Perkasa dan PT Pelayaran Kurnia Samudra.
Dua tersangka lain berasal dari unsur pejabat Badan Pengusahaan (BP) Batam yaitu Hari Setiobudi, mantan Kepala Kantor Pelabuhan BP Batam, dan Heri Kafianto, mantan Kepala Bidang Komersial BP Batam tahun 2015.
Menurut Priandi, berkas perkara atas nama Hari telah dinyatakan lengkap (P21) dan telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sementara berkas Heri masih tertunda karena tersangka tengah menjalani perawatan medis di Rutan Batam.
“Berkasnya Hari sudah tahap dua. Untuk Heri, kami menunggu kondisi kesehatannya membaik,” jelasnya.
Kasus ini mencuat dari dugaan kolusi antara pejabat BP Batam dan pengusaha pelayaran dalam pengelolaan pungutan jasa pelabuhan.
Uang hasil pungutan yang seharusnya disetor sebagai PNBP diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan audit BPKP Kepri, total kerugian negara akibat skema korupsi ini mencapai Rp 14 miliar terdiri dari Rp 9,63 miliar dan USD 46.252.
“Peran para tersangka dari BP Batam sangat strategis. Kami akan terus mendalami keterlibatan mereka dalam jaringan ini,” kata Priandi.