Belakang Padang | Ada berbagai jenis alat angkut yang dapat masuk dan keluar wilayah Indonesia. Apakah alat angkut itu? Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lain yang lazim digunakan, baik untuk mengangkut orang maupun barang. Sementara itu, yang termasuk Penanggung Jawab Alat Angkut adalah pemilik, pengurus, agen, nakhoda, kapten kapal, kapten pilot, atau pengemudi alat angkut yang bersangkutan.
Apa yang menjadi kewajiban penanggung jawab alat angkut saat masuk dan keluar wilayah Indonesia? Semua Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkutnya wajib melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Penanggung Jawab Alat Angkut yang membawa penumpang yang akan masuk atau keluar Wilayah Indonesia hanya dapat menurunkan atau menaikkan penumpang di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimgirasian, Tempat Pemeriksaan Imigrasi atau disingkat (TPI) adalah tempat pemeriksaan di pelabuhan laut, Bandar udara, pos lintas batas, atau tempat lain sebagai tempat masuk dan keluar wilayah Indonesia. TPI merupakan pintu gerbang Indonesia bagi Orang Asing, WNI, awak alat angkut, alat angkut, barang dari seluruh dunia untuk masuk dan keluar wilayah Indonesia.
Titik masuk dan keluar (points of entry/ points of exit) ini tidak hanya di pelabuhan, bandara dan darat, tetapi juga ada tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri melalui Direktur Jenderal Imigrasi. TPI tempat lain dapat berupa tempat pemeriksaan di atas alat angkut (clearance on board) yakni Immigration on Board (IOB) pada pesawat terbang, dan Immigration on Shipping atau di atas kapal laut/ alat apung. Tempat lain sebagai TPI juga dapat berupa tempat darurat saat alat angkut datang, mendarat, sandar karena keadaan darurat.
Sebelum masuk dan keluar wilayah Indonesia, ada beberapa kewajiban penanggung jawab alat angkut yang harus dilakukan. Penanggung Jawab Alat Angkut yang datang dari luar Wilayah Indonesia atau akan berangkat keluar Wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
- Sebelum kedatangan atau keberangkatan memberitahukan rencana kedatangan atau rencana keberangkatan secara tertulis atau elektronik kepada Pejabat Imigrasi;
- Menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang ditandatanganinya kepada Pejabat Imigrasi;
- Memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar Wilayah Indonesia dengan membawa penumpang;
- Melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat Imigrasi sebelum dan selama dilakukan pemeriksaan Keimigrasian;
- Melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut yang telah mendapat penyelesaian Keimigrasian selama menunggu keberangkatan;
- Membawa kembali keluar Wilayah Indonesia pada kesempatan pertama setiap Orang Asing yang tidak memenuhi persyaratan yang datang dengan alat angkutnya
- Menjamin bahwa Orang Asing yang diduga atau dicurigai akan masuk ke Wilayah Indonesia secara tidak sah untuk tidak turun dari alat angkutnya
- Menanggung segala biaya yang timbul sebagai akibat pemulangan setiap penumpang dan/atau awak alat angkutnya
Kewajiban alat angkut kepada Imigrasi Indonesia sebelum tiba di Indonesia yakni memberikan informasi terkait daftar awak alat angkut/ kru (general declaration/ Gendec untuk alat angkut udara, dan crew list untuk alat angkut laut), serta daftar penumpang (manifest). Pengiriman gendec dan crew list wajib dilakukan minimal 6 jam (alat angkut regular) dan minimal 2×24 jam (alat angkut non-reguler) sebelum alat angkut tiba di Indonesia. (IMO FAL)
Dalam Konvensi Organisasi Penerbangan Sipil Internasional tahun 2015[1], Chapter II, bagian F III, pasal 2.43, menyatakan bahwa Contracting States shall accept the information contained in a flight plan as adequate advance notification of arrival, provided that such information is received at least two hours in advance of arrival and that the landing occurs at a previously designated international airport. Ini berarti negara pihak wajib mendapatkan informasi berisi tentang rencana penerbangan sebagai notifikasi prakedatangan pesawat, dan telah diterima setidaknya 2 (dua) jam sebelum kedatangan dan mendarat di bandara internasional yang telah direncanakan sebelumnya. Untuk memudahkan proses pemeriksaan keimigrasian, Penanggung Jawab Alat Angkut reguler wajib menggunakan sistem informasi pemrosesan pendahuluan data penumpang atau Advance Passengers Information System (APIS) dan melakukan kerja sama dalam rangka pemberitahuan data penumpang melalui SIMKIM.
Untuk transportasi laut, penanggung jawab alat angkut wajib memberikan tanda atau mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar wilayah Indonesia dengan membawa penumpang. Selain itu, nakhoda kapal laut wajib melarang Orang Asing yang tidak memenuhi persyaratan untuk meninggalkan alat angkutnya selama alat angkut tersebut berada di Wilayah Indonesia. Setiap awak alat angkut wajib memiliki Dokumen Perjalanan dan/atau buku pelaut yang sah dan masih berlaku. Jika awak alat angkut laut tidak membawa dokumen perjalanan, mereka dapat menggunakan buku pelaut sebagai dokumen perjalanan dengan syarat bahwa negara yang mengeluarkan mengakui sebagai Dokumen Perjalanan serta telah mengadakan perjanjian bilateral dengan Pemerintah Indonesia.
Kepala Imigrasi Kelas II TPI Belakang Padang, Yanto Ardianto, S.T., MM.Kom memaparkan, Dalam daftar kru/ awak (crew list) pada alat angkut laut, terdapat beberapa jenis kru/ awak. Status kru tersebut ialah kapten/ nakhoda/ master, chief officer, KKM (Kepala Kamar Mesin) Chief Engineer, masinis First Engineer, bosun atau Bostwain, jurumudi atau AB (Able Bodied Seaman), kelasi atau OS (ordinary seamen), jurumasak atau cook, supernumerary, supercargo dan superintendet. Merujuk pada Pasal 1 angka 19, 20, 21 serta Pasal 65 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 44 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia melalui TPI.
Dijelaskannya, istilah supernumerary yakni suami, istri atau anak yang merupakan keluarga dari nakhoda atau perwira Alat Angkut laut yang ikut bersama dalam alat angkutnya yang diperlakukan sebagai penumpang. Sementara itu, supercargo adalah pemilik muatan atau kargo dalam Alat Angkut laut yang bukan merupakan nakhoda atau awak Alat Angkut laut yang diperlakukan sebagai penumpang. Selain itu, yang dimaksud dengan superintendent adalah pengawas Alat Angkut laut yang bukan merupakan nakhoda atau awak Alat Angkut laut yang diperlakukan sebagai penumpang.
“Dalam rangka pemeriksaan Keimigrasian, Supernumerary, Supercargo, dan Superintendent dimuat dalam daftar awak Alat Angkut atau daftar penumpang dengan disertai penjelasan atas statusnya. Sehingga, pemeriksaan Keimigrasian terhadap Supernumerary, Supercargo, dan Superintendent, dilakukan dengan tahapan dan tata cara yang sama dengan pemeriksaan terhadap penumpang,” papar Yanto Ardianto, S.T., MM.Kom.
Selain kewajiban teknis di atas, Penanggung Jawab Alat Angkut juga wajib memeriksa Dokumen Perjalanan dan/atau Visa setiap penumpang yang akan melakukan perjalanan masuk Wilayah Indonesia. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum penumpang naik ke alat angkutnya yang akan menuju Wilayah Indonesia. Pada alat angkut udara atau pesawat, petugas check-in sebelum mencetak boarding pass penumpang, mereka akan mengecek masa berlaku paspor penumpang dan memeriksa visa yang tertera di paspor sesuai dengan ketentuan visa Indonesia. Penanggung Jawab Alat Angkut wajib menolak untuk mengangkut setiap penumpang yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan, Visa, dan/atau Dokumen Keimigrasian yang sah dan masih berlaku.
Jika dalam pemeriksaan Keimigrasian oleh Pejabat Imigrasi ditemukan ada penumpang yang tidak memiliki paspor atau dokumen perjalanan yang sah dan berlaku serta tanpa visa atau dokumen keimigrasian lainnya, Penanggung Jawab Alat Angkut dikenai sanksi berupa biaya beban dan wajib membawa kembali penumpang tersebut keluar Wilayah Indonesia. Namun, terhadap penumpang dan awak Alat Angkut transit, tidak dilakukan pemeriksaan Keimigrasian. Saat transit ini, penumpang dan awak Alat Angkut dapat turun dan berada di ruang transit atau tetap berada di dalam Alat Angkutnya.
Dalam pemeriksaan keimigrasian, Pejabat Imigrasi tidak hanya melakukan pemeriksaan Paspor/ Dokumen Perjalanan penumpang tetapi Pejabat Imigrasi yang bertugas berwenang juga naik ke alat angkut yang berlabuh di pelabuhan, mendarat di Bandar udara, atau berada di pos lintas batas untuk kepentingan pemeriksaan Keimigrasian. Dalam hal terdapat dugaan adanya pelanggaran keimigrasian seperti Paspor, visa, dokumen keimigrasian yang tidak sah dan berlaku, maka Pejabat Imigrasi berwenang memerintahkan Penanggung Jawab Alat Angkut untuk menghentikan atau membawa alat angkutnya ke suatu tempat guna kepentingan pemeriksaan Keimigrasian.
Jika dalam pemeriksaan Keimigrasian oleh Pejabat Imigrasi ditemukan ada penumpang melakukan pelanggaran keimigrasian seperti memiliki paspor dengan masa berlakunya kurang dari 6 bulan, visa yang tidak sah, dan dokumen keimigrasian lainnya yang tidak sesuai ketentuan peraturan, Penanggung Jawab Alat Angkut dikenai sanksi berupa biaya beban dan wajib membawa kembali penumpang tersebut keluar Wilayah Indonesia. Biaya beban tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2019 tentang jenis dan Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Keimigrasian, sebesar Rp50.000.000,00 per penumpang yang bermasalah. Penanggung jawab alat angkut juga wajib membawa atau memulangkan penumpang tersebut keluar dari wilayah Indonesia dengan alat angkutnya (yang sama) pada kesempatan pertama dengan segera.