Temuan Ombudsman di Batam, Jukir Setor Resmi Rp 40 Ribu, Sisanya Tak Tercatat

Batam | Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) kembali mendesak Pemerintah Kota Batam untuk segera menindaklanjuti seluruh saran perbaikan tata kelola parkir di ruang milik jalan (rumija) yang telah disampaikan sejak beberapa waktu lalu. Hingga kini, hanya sebagian kecil dari total 13 saran yang telah dijalankan.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Kepri, Lagat Siadari, mengungkapkan bahwa dari keseluruhan saran yang diberikan, hanya penyusunan SOP pelayanan parkir dan SOP pengaduan yang telah diimplementasikan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam. Sisanya belum menunjukkan kemajuan berarti, meskipun menyangkut aspek penting pengelolaan retribusi daerah.

“Pelaksanaan saran perbaikan masih minim. Padahal pengelolaan parkir ini menyangkut layanan publik dan potensi pemasukan daerah yang cukup besar. Dengan adanya kepemimpinan baru di Pemko Batam, penting untuk segera menindaklanjuti perbaikan yang tertunda.” ujar Lagat.

Persoalan paling mencolok adalah masih banyaknya juru parkir (jukir) yang menarik retribusi parkir tanpa memberikan karcis kepada pengguna jasa. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat, tetapi juga membuka celah besar bagi kebocoran pendapatan daerah.

Dari hasil penelusuran tim Ombudsman di lapangan, sejumlah jukir mengaku bisa mengumpulkan hingga Rp 150 ribu per hari. Namun, karcis resmi yang diberikan oleh koordinator lapangan Dishub hanya 10 lembar, setara dengan setoran Rp 40 ribu ke kas daerah. Sisanya tidak tercatat secara resmi, menunjukkan adanya potensi kehilangan penerimaan parkir yang cukup besar.

Masalah lain yang juga disorot adalah tidak adanya forum lalu lintas dan angkutan jalan dalam proses penetapan titik parkir baru. Dishub Kota Batam disebut bertindak sepihak dalam menentukan lokasi parkir, tanpa koordinasi sebagaimana mestinya.

Menurut Ombudsman, pertumbuhan titik parkir di Kota Batam dari tahun ke tahun tidak diiringi oleh peningkatan signifikan dalam realisasi penerimaan retribusi parkir. Hal ini mengindikasikan ketidakefisienan dalam pengelolaan serta potensi kerugian yang terus berulang.

“Ini adalah persoalan serius yang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Jika tidak segera dibenahi, maka potensi loss pendapatan daerah akan terus berlanjut,” tegas Lagat dalam keterangannya yang dikutip, Kamis (01/5/2025).

Ombudsman Kepri menekankan bahwa reformasi tata kelola parkir bukan hanya soal penataan, tetapi juga bagian dari komitmen terhadap transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *