Batam | Penimbunan Daerah Aliran Sungai (DAS) di sekitar Perumahan Kezia Residence dan Permata Baloi, Kelurahan Baloi Indah, Lubukbaja menjadi kontroversi dikalangan publik.
Penimbunan yang telah berlangsung selama sebulan terakhir menyebabkan penyempitan alur sungai secara signifikan. Dari lebar awal 25 meter, kini hanya tersisa sekitar 5 meter.
Dampaknya, kapasitas sungai berkurang drastis, yang berkontribusi pada terjadinya banjir saat hujan deras. Aktivitas ini mencakup area sepanjang 400 meter dan menggunakan material tanah yang bercampur dengan sisa bangunan dari proyek Baloi Apartment milik pengembang PKP.
Sungai Baloi memiliki panjang total 6,51 kilometer dan merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Sukajadi.
Keprihatinan warga terhadap penimbunan ilegal ini semakin meningkat setelah kasus tersebut ramai diperbincangkan di media sosial. Desakan agar Polda Kepri segera membongkar dalang yang diduga menjadi otak penimbunan DAS di sekitar Perumahan Kezia Residence dan Permata Baloi, Kelurahan Baloi Indah pun kini semakin kuat.
Rangga Gautama, mengatakan perbuatan penimbunan sungai itu memiliki implikasi hukum yang luas, bisa dijerat pidana dengan UU PPLH, UU Tata Ruang dan UU Tipikor.
“Bisa dikenakan pasal berlapis,” kata Rangga.
Ia juga menjelaskan, penimbunan daerah aliran sungai bertentangan dengan aturan yang ada.
UU nomor 17 tahun 2019 tentang sumber daya air memuat larangan tentang kegiatan di daerah aliran sungai.
Pasal 25 UU nomor 17 tahun 2019 menyatakan : Setiap Orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan:
a. terganggunya kondisi tata Air Daerah Aliran Sungai
b. kerusakan Sumber Air dan/atau prasarananya
c. terganggunya upaya pengawetan Air; dan
d. pencemaran air.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kemen PUPR juga mengeluarkan larangan pemanfaatan ruang bantaran dan sempadan sungai.
Surat nomo 02/PENG/Ao/2022 dikeluarkan sebagai wujud pengelolaan sumber daya antara lain melalui air secara berkelanjutan, konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air.
Berdasarkan dari informasi yang beredar dalam kasus tersebut diduga melibatkan oknum anggota DPRD Provinsi Kepri yang bernama Lik Khai dalam proses terlaksananya penimbunan sungai Baloi dengan menggunaan aset Pemko Batam seperti alat berat dan lori ke Dinas Bina Marga Pemko Batam.
Hal ini diperkuat dengan terungkapnya kasus ini ketika Wakil Walikota Batam, Li Claudia Chandra pada saat melakukan sidak ke lokasi penimbunan dimaksud pada Selasa (25/03/2025) lalu.
Adanya dugaan keterlibatan oknum DPRD Kepri ini seharusnya Badan Kehormatan DPRD Kepri segera mengambil tindakan tegas untuk memudahkan pihak Polda Kepri melakukan penyelidikan terhadap oknum tersebut.
“Badan Kehormatan DPRD Kepri jangan takut harus berani, ambil langkah tegas untuk NonAktifkan oknum LK, agar memudahkan lagi pihak Polda Kepri dalam mengusut keterlibatan oknum tersebut,” tegas Rangga yang juga merupakan praktisi hukum ini, Rabu (02/4/2025)
Lanjut Rangga, jika perbuatan yang bersangkutan merupakan pelanggaran tata tertib dewan serta ada unsur penyalahgunaan kewenangan dan jabatan di dalamnya, BK DPRD Kepri jangan lengah lagi, segera ambil tindakan tegas.
Badan Kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap, dibentuk untuk melaksanakan dan menegakan kode etik DPRD dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
Fungsi Badan Kehormatan DPRD menjadi penting sebagai penegakan Kode Etik Anggota DPRD sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Fungsi Badan Kehormatan juga menjadi dasar dilakukan penelitian yang bertumpuh pada masalah bagaimana fungsi badan kehormatan terhadap penegakan kode etik dalam meningkatkan pertanggungjawaban Anggota DPRD.
Penegakan Kode Etik menjadi kewenangan Badan Kehormatan DPRD. Sebagai kesimpulan penegakan kode etik menjadi fungsi dan kewenangan Badan Kehormatan DPRD. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014.
Badan Kehormatan mempunyai tugas, mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode Etik DPRD, meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan Tata Tertib (Tatib) dan Kode Etik DPRD serta sumpah/janji. Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau pemilih.
Sebagai informasi, dalam inspeksi beberapa waktu lau, Li Claudia dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada proyek pemerintah di kawasan tersebut. Ia memastikan bahwa penimbunan yang terjadi adalah inisiatif pribadi dan tidak memiliki izin resmi dari pihak berwenang.
“Fakta sudah jelas. Pelaku telah mengakui kesalahannya, dan normalisasi akan segera dilakukan,” ujarnya.
Li Claudia juga menegaskan bahwa proses hukum tetap akan berjalan meskipun pihak yang bersangkutan telah menyatakan kesediaannya untuk bertanggung jawab. Sikap tegas ini menunjukkan bahwa kekuatan politik Lik Khai tidak mempengaruhi langkah hukum yang akan diambil.
Selain meninjau Sungai Baloi, inspeksi juga dilakukan terhadap proyek Baloi Apartment. Dalam kunjungan tersebut, ditemukan sejumlah pelanggaran terhadap Persetujuan Lingkungan (PL). Li Claudia langsung menginstruksikan pemilik proyek untuk membongkar bagian bangunan yang melanggar aturan dalam beberapa hari ke depan.
Fakta yang terungkap menegaskan bahwa aktivitas penimbunan ini bukan bagian dari kebijakan pemerintah, melainkan inisiatif pribadi Lik Khai. Bahkan, normalisasi sungai yang akan dilakukan ke depan juga disebut-sebut akan menggunakan dana pribadinya.