Hukum  

Investasi Ilegal Berkedok Robot Trading Menurut Hukum Pidana di Indonesia

oleh : Dr. Rangga Gautama, S.H., M.H

posmetrobatam.co.id | Pada zaman modern ini ,banyak terjadi perkembangan dalam kehidupan manusia baik di bidang ekonomi dan teknologi. Dalam bidang ekonomi yang dapat dilihat perkembangannya salah satunya ialah bentuk investasi.

Investasi pada masa kini bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi .Adapun berupa saham, forex dan kripto dimana dapat dijalankan dengan praktis.

Masyarakat banyak tertarik berinvestasi karena dimudahkannya dengan penggunaan perangkat lunak. Minat masyarakat yang besar akan investasi maka dijadikan ladang oleh para pelaku kejahatan. Modus operandi yang
digunakan dengan cara mengemas investasi modern dengan penggunaan robot trading.

Perihal peraturan mengenai investasi sebenarnya terdapat dalam UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal. Namun dalam UU tersebut tidak terdapat pemidanaan serta peraturan mengenai penipuan dengan penggunaan teknologi dalam berinevstasi. Unsur penipuan sejatinya terdapat dalam Pasal 378 KUHP yang jika dikaitkan dengan kasus investasi ilegal berkedok robot trading akan ditemui salah satu unsur yang belum terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peraturan mengenai kegaitan
investasi menggunakan robot trading di Indonesia belum diatur secara eksplisit.

Sedangkan peraturan penggunaan teknologi diatur dalam Undang-Undang Nomor.19 Tahun 2016 Perubahan Atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik.

Pada UU tersebut juga tidak ditemui
peraturan mengenai investasi dengan penggunaan teknologi, hanya terdapat peraturan mengenai transaksi elektronik saja. Sebab belum diatur secara eksplisit tersebut peneliti akan membahas serta
menganalisis tindak pidana dalam kasus ini.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif sebagai pendukung juga digunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan perbandingan dimana nantinya akan mengahasilkan analisis mengenai tindak pidana kasus investasi ilegal berkedok robot trading di Indonesia.

Perkembangan zaman sejalan dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang begitu pesat disertai dengan penggunaannya dalam berbagai bidang.

Pada bidang ekonomi sendiri teknologi digunakan dalam berbagai variasi. Satu diantara variasi tersebut
yang saat ini sedang ramai dalam iklan yakni investasi.

Investasi merupakan penanaman
modal dengan jangka watu panjang maupun pendek dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Investasi yang biasa dikenal berupa bentuk aktiva riil seperti investasi
emas, tanah dan obligasi. Sebab kemajuan teknologi bentuk investasi juga dapat berupa aktiva finansial seperti investasi saham, forex dan kripto. Kedua bentuk investasi tersebut sebenarnya sama, karena sama sama penanaman modal yang diharapkan mendapat
keuntungan. Yang membedakan kedua bentuk investasi tersebut terletak pada penggunaan teknologi dalam pelaksanaannya.

Investasi berupa aktiva finansial lebih praktis dibanding investasi konvensional atau invesatsi aktiva riil. Dengan menggunakan perangkat lunak, investor maupun trader dapat melakukan investasi dimanapun dan kapanpun.

Berkat kepraktisan tersebut menyebakan banyak masyarakat yang tertarik dalam berinvestasi. Oleh karenanya pelaku kejahatan memanfaatkan situasi ini dengan mengemas investasi dalam tindak kejahatannya.

Modus operandi yang dilakukan dengan manawarkan jasa investasi dengan menggunakan robot trading.

Dikutip dari berbagai sumber, robot trading merupakan perangkat lunak yang dapat menganalisis secara otomatis sehingga dapat menemukan peluang keuntungan dan dapat melakukan transaksi secara otomatis. Sebab manfaat robot trading banyak masyarakat yang ingin menggunakan jasa tersebut.

Para investor maupun trader yang menggunakan jasa robot trading tidak perlu menganalisa pasar perdagangan
setiap waktu karena tugas tersebut sudah digantikan oleh robot trading tersebut. Mereka juga tidak perlu khawatir mengenai kerugian dalam berinvestasi karena peluang robot trading dalam menganalisis yang begitu tinggi keakuratannya dapat meminimalisir kerugian yang
terjadi.

Pelaku kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading ini menggunakan cara di atas
agar tindak kejahatannya tertutupi serta tidak mudah terendus oleh aparatur negara karena tindak kejahatan yang dilakukan pelaku seakan akan terlihat seperti perbuatan yang sah atau legal.

Seiring berjalannya waktu, tindak kejahatan yang dilakukan pelaku terungkap sebab banyak korban yang dirugikan dalam praktik kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading ini.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhani mengungkap kerugian korban akibat kasus robot trading Mark AI mencapai 25
miliar. Belajar dari kasus ini sejatinya kerugian tersebut secara tidak langsung turut merugikan bangsa dan negara tidak hanya individu. Sebab merugikan banyak masyarakat tersebut yang termasuk dalam kepentingan umum seharusnya dapat dikatakan sebagai tindak pidana.

Di sisi lain para korban ingin mendapatkan kembali haknya yang telah diambil pelaku kejahatan tersebut. Sebab para korban dapat menuntut secara perdata .Tetapi jika tuntutan hanya berupa pengembalian hak para korban tidak akan memiliki efek jera bagi pelaku. Pelaku dapat mengulangi tindak kejahatannya tersebut.

Dalam hal ini diperlukan tindak pidana yang mengatur kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading tersebut. Bila mengacu pada tindak kejahatan yang dilakukan di atas dapat di indikasikan sebuah penipuan. Namun penipuan tersebut bukan merupakan tindakan penipuan yang pada umumnya. Pada
penipuan investasi tersebut terdapat penggunaan media elektronik di dalamnya .

Bilamana menelaah Pasal 378 KUHP dimana disebutkan bahwa penipuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan cara penggunaan nama palsu, tipu muslihat maupun serangkaian kebohongan yang menyebabkan kerugian orang lain akan dipenjara paling lama empat
tahun.

Dalam pasal KUHP tersebut jelas bahwa tidak disebutkan penggunaan media elektronik dalam unsur penipuannya untuk mendapatkan keuntungan.

Begitu juga dengan UU No.19
Tahun 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang tidak menyinggung perihal kejahatan investasi secara eksplisit dimana bentuk investasi berkembang mengikuti perkembangan zaman, UU ITE tersebut hanya menyinggung sebatas transaksi elektronik saja.

Kurangnya penegasan dalam KUHP mengenai kasus ini mengingat KUHP merupakan warisan Belanda dimana belum mengenal elektronik sedangkan dalam UU ITE sebatas mengatur transaksi elektronik saja, padahal investasi robot
trading dalam melakukan transaksi bisa juga secara offline.

Sejatinya belum ada peraturan secara eksplisit mengenai kejahatan investasi dengan menggunakan robot trading sebab
perihal di atas maka dapat dikatakan bahwa masih rentannya terjadi kesalahan dalam
penyelenggaraannya karena belum diaturnya peraturan mengenai investasi berbasis teknologi secara khusus.

Permasalahan lain muncul sebab kerugian yang dialami para korban kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading begitu besar. Selain memberikan efek jera pada pelaku kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading diperlukan pula pengembalian hak bagi para
korban. Sebab kerugian yang dialami begitu besar mengingat turut berdampak bagi bangsa dan negara.

Dikatakan merugikan bangsa dan negara karena sejatinya tindak kejahatan
tersebut sudah masuk ranah kepentingan umum.

Terkait merugikan kepentingan umum maka kasus bisa dikatakan termasuk ranah pidana, namun perihal kerugian yang dialami korban sejatinya bisa dikatakan juga bahwa pelaku kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading melakukan wanprestasi.

Wanprestasi sendiri ialah tidak dipenuhinya kewajiban dalam suatu perjanjian yang mana dalam kasus ini pelaku robot trading tidak memenuhi janjinya.

Sebab adanya ranah pidana diatas, bisa saja korban tidak akan mendapatkan kembali haknya mengingat aset kekayaan pelaku akan dikembalikan pada negara bukan pada korban.

Selain itu Pelaku dalam melancar aksinya bukan hanya perorangan dalam hal ini bukan individu melainkan dalam bentuk korporasi. Korporasi merupakan kumpulan individu yang memiliki kekayaan secara terorganisir baik dalam badan hukum ataupun bukan. Sejatinya korporasi
diciptakan guna mencapai tujuan yang sama.

Karena adanya kesamaan tersebut maka
anggota dalam korporasi saling terikat perjanjian sehingga tidak terlepas dari hukum perdata. Namun pengertian mengenai korporasi dalam hukum pidana lebih luas dibanding hukum perdata mengingat hanya terbatas pada badan hukum.

Merujuk pada definisi korporasi dalam hukum perdata dimana dsebutkan bahwa korporasi adalah badan
hukum. Selain itu dalam buku R.Subekti juga mengutarakan bahwa korporasi ialah badan hukum yang berhak melakukan perbuatan seperti manusia pada umumnya dengan memiliki kekayaan
sampai dengan dapat digugat maupun menggugat. Sebab korporasi tersebut tentu diperlukan peraturan khusus dalam menuntut pengembaian hak korban yang dirugikan.

Dalam penelitian di atas mengenai kasus investasi ilegal berkedok robot trading, maka terdapat pengembangan atau pembaharuan dalam jurnal ini dibanding jurnal sebelumnya dengan topik yang serupa. Dimana dalam penelitian ini lebih menekankan unsur pidana pada
kegiatan investasi dengan penggunaan elektronik yang terdapat dalam kasus investasi ilegal berkedok robot trading mengingat dalam Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 Ayat 1 UU ITE, keduanya belum mengatur secara khusus melainkan masih konvensional walaupaun dalam
UU ITE sudah memiliki pembaharuan mengenai aturan mengenai penggunaan elektronik tetapi tidak menegaskan kegiatan investasi dengan media elektronik. Sehingga dalam hal ini butuh aturan yang tegas dan jelas terkait kasus ini mengingat kedua pasal diatas masih samar
dalam mengatur kasus ini.

Berikut beberapa penelitian yang serupa namun belum ditemui
poin pembahasan seperti diatas:

1. Jurnal Tahun 2021 karya Mohd Muzakki Adli dan Iwan Erar Joesef dengan judul
Perlindungan Hukum bagi Konsumen atas Investasi Ilegal pada Perusahaan yang Tidak
Memiliki Izin dimana dalam penelitian tersebut difokuskan dalam pengurusan perizinan serta penanggulangannya yang bersifat preventif sebab dalam penegakannya yang kurang maksimal.

2. Jurnal Tahun 2022 karya Samainatun dan Rani Apriani dengan judul Penegakan Hukum terhadap Investasi Ilegal dimana dalam penelitian tersebut menekankan pada aspek perdata dengan mengajukan PKPU serta meinta ganti rugi .

3. Jurnal Tahun 2020 karya Suvinah dengan judul Tinjauan Yuridis Hukum Investasi tentang Penegakan Hukum terhadap Kegiatan Investasi Illegal di Indonesia dimana dalam penelitian investasi illegal berkaitan dengan Undang-Undang Perbankan serta terdapat upaya hukum
dalam menaggulangi dengan mencabut izin usaha.

Berdasar pembahasan diatas, dalam penelitian jurnal ini akan menitik beratkan
permasalahan pada “Apakah investasi ilegal berkedok robot trading dapat dikategorikan sebagai tindak pidana? mengingat investasi merupakan salah satu bentuk perjanjian.”

Bagaimana mekanisme pengembalian kerugian korban kejahatan invetsasi ilegal berkedok robot trading ?

METODE PENELITIAN

Pembahasan dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif.

Yuridis normatif merupakan pendekatan dengan menelaah konsep maupun asas asas hukum yang berkaitan dengan penelitian yang berjudul investasi ilegal berkedok robot trading.

Dengan menggunakan metode ini penulis tidak perlu menyelesaikan masalah isu hukum yang terjadi dengan turun langsung ke lapangan, karena sejatinya metode ini menekankan pada norma – norma hukum yang ada. Selanjutnya sebagai pendukung dalam melakukan analisis penelitian
ini, penulis menggunakan pendekatan perundang undangan sebagai penguat bukti dalam melakukan perbandingan dimana digunakan pula pendekatan perbandingan dalam mendalami tindak pidana investasi ilegal berekdok robot trading serta digunakan pula pendekatan kasus agar lebih terperinci dalam mengulik isu hukum dalam kasus ini.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Investasi Ilegal dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.

Berbicara mengenai investasi atau yang disebut aktivitas menanam modal. Definisi
investasi sendiri merupakan kegiatan menanam modal dengan jangka waktu panjang atau pendek yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan.

Pada masa kini investasi turut berkembang sejalan dengan perkembangan zaman. Sebab perkembangan tersebut berdampak pada variasi dalam berinvestasi. Yang pada awalnya investasi hanya berupa aktiva
riil seperti emas, tanah dan rumah. Sekarang berkembang menjadi aktiva finansial seperti saham, forex dan kripto.

Dalam praktiknya investasi berupa aktiva finansial lebih praktis dalam
menjalankannya. Dengan bermodal perangkat lunak investor maupun trader dapat menjalankan kegiatan tersebut. Disebut investor karena pelaku yang menjalankan investasi sedangkan trader merupakan seseorang yang menjalankan investasi degan jangka waktu pendek.

Praktisnya menjalankan investasi dalam bentuk aktiva finansial menyebabkan banyak masyarakat yang tertarik untuk berinvestasi. Minat masyarakat yang tinggi akan investasi dengan menggunakan teknologi tersebut dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk
mengumpulkan pundi pundi kekayaan.

Modus operandi yang digunakan dengan mengemas kegiatan investasi agar menutupi kejahatan yang dilakukan serta tidak mudah terendus oleh aparatur negara.

Pelaku kejahatan menggunakan cara tersebut agar seakan – akan kegiatan
yang mereka lakukan terlihat sah atau legal di mata hukum.

Sejatinya kegiatan investasi di Indonesia diatur dalam UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dimana dalam UU
tersebut disebutkan dan dijelaskan mengenai ketentuan umum,asas dan tujuan penanaman modal.

Berkat UU tersebut maka investasi dapat dikatakan kegiatan yang sah secara
hukum. Namun jika kegiatan yang sah tersebut digunakan sebagai tindak kejahatan sejatinya harus terdapat ketentutan yang mengatur secara eksplisit mengenai tindakan tersebut.

Mengenai kasus investasi ilegal tersebut, sejatinya masuk pada kategori perdata
mengingat kegiatan investasi terdapat perjanjian antara satu pihak dengan pihak yang lain, sehingga bilamana terjadi cidera janji maka dapat digugat melalui perdata.

Dalam pasal 1365 KUHPerdata bahwa tiap individu yang melawan hukum diwajibkan mengganti kerugian atas kesalahannya.

Tetapi gugatan perdata saja belum cukup mengingat banyaknya korban yang
dirugikan dan termasuk ranah pelanggaran kepentingan umum. Oleh karenanya kasus
kejahatan ivestasi ini dapat dikategorikan tindap pidana.

Mengenai tindak pidananya, kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading ini bisa dikatakan sebagai tindak penipuan maka tertuang dalam Pasal 378 KUHP dimana dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum dengan cara memakai nama
palsu, tipu muslihat maupun berbagai kebohongan lain agar orang lain menyerahkan sesuatu
kepadanya.

Dalam menelaah unsur pada Pasal 378 KUHP ditemukan unsur yang mendekati
kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading yaitu unsur penipuan (deceit).

Definisi penipuan ialah kebohongan yang digunakan dalam rangka mendapatkan keuntungan pribadi dengan merugikan oranglain. Kasus ini terbukti memenuhi unsur penipuan dimana merugikan
korban dalam hal ini disebut investor.

Membahas unsur penipuan dalam Pasal 378 dimana disebutkan cara dalam penipuannya dengan :

1. Memakai nama palsu atau martabat palsu

2. Tipu muslihat

3. Rangkaian kebohongan

4.Menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang.

Berdasarkan cara penipuan yang disebutkan dalam Pasal 378 di atas jika dikaitkan dengan kasus kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading maka akan ditemui kekurangan untuk
memenuhi unsur seluruhnya. Unsur yang belum terpenuhi yaitu media yang digunakan pelaku dalam melakukan tindak kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading, dimana pelaku dalam melakukan tindak kejahatannya menggunakan sarana elektronik.

Mengenai kekurangan dalam unsur tersebut wajar sebab KUHP merupakan warisan Belanda sehingga belum mengenal elektronik serta penggunaannya.

Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa Pasal 378 KUHP belum mengatur secara eksplisit mengenai kasus ini, pasal tersebut hanya meyinggung tindak pidana penipuan secara konvensional saja mengingat KUHP merupakan warisan Belanda dimana dibutuhkan pembaharuan ataupun perkembangan mengikuti perkembangan zaman mengenai aturan tersebut.

Perihal aturan yang mengikuti perkembangan zaman mengenai kasus ini bisa menelaah pada UU ITE 2016 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik.

Mengulik isi Pasal dalam UU ITE yang berkaitan dengan kasus ini maka ditemui
Pasal 1 ayat 1 dan 2 dimana terdapat pengertian transaksi elektronik yaitu tindakan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer maupun media elektronik lainnya. Sedangkan
Informasi elektronik adalah sekumpulan data elektronik dengan berbagai bentuk, tidak hanya sebatas tulisan saja.

Dari pasal tersebut dikenal definisi dan penggunaan media elektronik, namun jika media elektronik tersebut digunakan sebagai kejahatan investasi ilegal
berkedok robot trading maka yang bersinggungan dengan tindak kejahatan tersebut terdapat pada Pasal 28 ayat 1 UU ITE yang dijelaskan dengan sengaja menyesatkan sehingga menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Perihal definisi transaksi elektronik sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 UU ITE di atas. Sejatinya pasal 28 ayat
1 UU ITE tersebut mempunyai kesamaan dengan Pasal 378 KUHP yaitu sama sama
menegaskan unsur penipuan dimana dalam pasal tersebut disebutkan kata menyesatkan
yang termasuk dalam rangkaian kebohongan karena perbuatan tidak jujur sesuai yang disebutkan dalam Pasal 378 KUHP tetapi terdapat pengembangan dimana terdapat penggunaan transaksi elektronik.

Selain itu yang membedakan kedua pasal tersebut terletak pada rumusan Pasal 378 KUHP yang mensyaratkan adanya unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dimana unsur tersebut tidak ada dalam Pasal 28 ayat 1 UU ITE.

Adapun kasus investasi ilegal berkedok robot trading merupakan kegiatan penanaman modal yang dalam
UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal didefinisikan sebagai bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal dalam negeri.

Dalam menanam modal terdapat pasar di dalamnya yang berisi aset berupa
tanah, rumah. Tetapi karena perkembangan zaman bentuk investasi turut bervariasi seperti saham, kripto maupun forex. Dalam penanaman modal seperti kripto, saham maupun forex, investor bisa saja melakukan transaksinya secara offline (tidak menggunakan sarana
elektronik).

Sebenarnya, letak tindak pidana investasi ilegal berkedok robot trading terdapat
dalam pasar perdagangannya bukan dalam bentuk transaksi antara pihak investor dengan pihak robot trading. Oleh karenaya, UU ITE sebenarnya belum cukup dalam mengatur tindak pidana dalam kasus ini.

Mengutip dari berbagai media online, bahwa investor tidak dapat memilih
tempat perdagangan online melainkan hanya dapat melakukan perdagangan di tempat perdagangan yang telah ditentukan oleh penyelenggara.

Penyelenggara dalam hal ini sebagai
pelaku kejahatan investasi robot trading. Menurut analisa beberapa trader, tujuan dari ditentukan tempat perdagangan karena dimungkinkan untuk memanipulasi chart trading fiktif yang telah daitur sedemikian rupa. Chart trading dalam hal ini berupa
candlestick. Candlestick trading merupakan grafik dalam perdagangan guna memudahkan.analisis teknikal mengenai harga pasar.

Jelas bahwa letak tindak pidananya terdapat dalam.market investasi bukan pada jenis transaksinya. Sedangkan penegasan dalam Pasal 28 Ayat 1 UU ITE pada unsur menyebarkan berita bohong dengan konteks transaksi online yang
sejatinya dalam transaksi investasi robot trading ini bisa dilakukan dengan transaksi
konvensional.

Perihal transaksinya bisa dilakukan secara offline, bisa saja digunakan Pasal 378
KUHP terhadap pelaku kejahatan,tetapi Pasal tersebutpun belum memenuhi unsur
seluruhnya mengingat dalam tindak kejahatannya sarana elektronik tidak digunakan dalam bentuk transaksi melainkan sebagaimana dijelaskan di atas yang terletak pada market investasi dimana market tersebut menggunakan sarana elektronik dalam memunculkan
harga pasar.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa belum ada peraturan secara eksplisit mengenai kasus ini. Diperlukan peraturan khusus mengenai investasi khususnya berbasis teknologi sesuai perkembangan zaman mengingat Pasal 28 ayat 1 UU ITE tidak mengatur secara spesifik terhadap penipuan dalam investasi berbasis teknologi ini khususnya robot trading. Pasal tersebut hanya mengatur larangan mengenai infromasi yang menyesatkan yang dapat
merugikan konsumen dalam transaksi elektroniknya.

Senada dengan Pasal 45a ayat 1 UU ITE
yang sebagaimana isinya sama dengan Pasal 28 Ayat 1 UU ITE yang hanya saja ditambahkan pemidanaan bagi pelakunya dengan kurungan paling lama enam tahun. Dan kedua Pasal UU ITE tersebut bukan penegasan dalam mengatur investasi ilegal berkedok robot trading .

Berkaca pada KUHP German dimana yang mengatur secara terang dan jelas mengenai
investasi berbasis penggunaan elektronik yang terdapat dalam Pasal 127 dimana di dalamnya terdapat aturan mengenai platform perdagangan internet.

Definisi platform perdagangan
turut disebutkan bahwa infrastruktur digital dengan jaringan internet yang difungsikan sebagai tempat pertukaran barang, jasa dan konten.

Pasal tersebut juga mengatur mengenai
pihak yang menawarkan platform perdagangan dengan tujuan kejahatan. Sehingga jelas bahwa dalam KUHP German Pasal 127 ini pelaku kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading dapat dipidana karena unsur kejahatan serta sarana yang digunakan yaitu platform digital.

Mekanisme Pengembalian Kerugian Korban Investasi Robot Trading Karena perkembangan zaman yang begitu pesat, berdampak pula pada berbagai modus
kejahatan dimana salah satunya merupakan kejahatan dalam bidang ekonomi. Bidang
ekonomi tersebut digunakan pelaku sebagai topeng agar kejahatannya tidak mudah
terlihat. Sebab pengemasan kejahatan dalam bidang ekonomi maka dalam pengungkapan kejahatan serta dalam menuntut pengembalian hak korban yang mana sebagai investor yang
dirugikan akan ditemui kesulitan.

Selain itu, dasarnya kejahatan investasi ilegal bekedok robot trading ini turut menggunakan sarana elektronik dalam praktik kejahatannya. Maka dalam hal
ini dibutuhkan peraturan mengenai hal tersebut mengingat korban akan bingung dalam memperjuangkan haknya. Terkait pengembalian kerugian korban dapat diupayakan perdata terlebih dahulu mengingat jika diupayakan pidana, aset dari pelaku kejahatan investasi.tersebut akan diambil oleh negara sebagai denda atas tindak pidananya.

Terkait hal tersebut, untuk pengembalian kerugian bagi korban dapat mengacu pada Pasal 20 PERMA 13/2016 dimana kerugian sebab tindak pidana oleh korporasi dapat diupayakan mekanisme restitusi.

Mekanisme restitusi merupakan pengembalian kerugian yang diberikan
oleh pelaku tindak pidana. Dikatakan tindak pidana oleh korporasi sebab dalam pengelolaan investasi ilegal berkedok robot trading yang begitu kompleks tidak mungkin dalam praktiknya hanya dijalankan oleh individu saja, pasti dibutuhkan kelompok yang saling terikat
dan terorganisir serta terdapat tujuan yang sama dalam hal ini memperoleh keuntungan dengan tindak kejahatan investasi dengan penggunaan media elektronik.

Berbicara restitusi, seab digunakan mekanisme tersebut karena dalam kegiatan investasi pasti terdapat perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, karena perjanjian tersebut maka dapat
didasarkan pada gugatan perdata mengenai wanprestasi. Adanya wanprestasi sebab
kelalaian oleh salah satu pihak dalam hal ini pihak robot trading.

Pihak robot trading tidak dapat menepati janji manis seperti yang diungkapkan pihak robot trading bahwa dengan berinvestasi menggunakan robot trading,akan mendapatkan keuntungan yang besar serta
minim resiko. Namun dalam praktiknya, investor menemui kerugian yang besar dalam perdagangannya. Perihal kerugian para investor tersebut menimbulkan kewajiban bagi debitur dalam hal ini pihak robot trading untuk mengganti biaya kerugian tersebut.

Pihak robot trading diwajibkan membayar kerugian sebab lalainya dalam memenuhi perikatan dengan para investor sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata dimana pengganti biaya kerugian sebab lalai dalam perikatan itu diwajibkan bagi debitur.

Selain itu Pasal 1356 juga turut dapat diguakan untuk menuntut kerugian yang dialami sebab dalam pasal tersebut tiap
individu yang melanggar hukum diwajibkan mengganti rugi.

Bilamana jumlah korban akibat kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading itu
banyak, dapat mengajukan gugatan perwakilan atau disebut class action.

Gugatan class action
ialah metode pengajuan gugatan yang diwakilkan oleh satu orang maupun lebih. Adapun.definisi gugatan class action juga terdapat dalam Pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok bahwa tata cara.pengajuan gugatan guna mewakilkan kelompok dalam pengajuan gugatan untuk dirinya
sendiri ataupun kelompok dengan jumlah banyak.

Diajukan gugatan perwakilan kelompok
disebabkan jumlah korban yang begitu banyak serta kerugian yang besar dimana dalam kasus ini korban merupakan seorang investor yang dirugikan oleh pihak robot trading.

Kesamaan peristiwa dan fakta ditemukan dalam kasus ini mengingat korban yang banyak dengan kerugian yang besar tersebut dapat disimpulkan dengan kesamaan jenis tuntutan sehingga
dapat diwakilkan oleh salah satu pihak atau lebih.

Walaupun dengan ketentuan sebagaimana
diatas, nyatanya dalam pengembalian kerugian korban akibat investasi ileal berkedok robot trading ini tidaklah mudah sebab bisa saja karena adanya tindak pidana dalam kasus ini sehingga korban tidak mendapatkan haknya kembali karena kekayaan dari pelaku kejahatan
ini dikembalikan pada negara. Namun dengan mengacu pada Pasal 20 PERMA 13/2016 yang menyinggung restitusi. Dimana dalam hal ini restitusi dijamin dalam Undang –Undang Nomor
31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan korban.

Mengacu pada jaminan restitusi dan
adanya unsur pidana dalam kasus ini maka diatur pada Pasal 7A ayat 1 dimana korban tindak pidana berhak untuk memperoleh restitusi tersebut dengan mendapatkan ganti kerugian baik kekayaan maupun penghasilan. Selain itu pengajuan atas permohonan restitusi tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK.

Berdasarkan uraian diatas, sehingga ada
kesempatan terhadap korban untuk memperoleh haknya kembali.

KESIMPULAN

Kejahatan investasi ilegal berkedok robot trading yang dasarnya terbentuk karena adanya perjanjian bisa dikatakan ketegori perdata, tetapi sebab yang dirugikan masyarakat banyak dan berhubungan dengan kepentingan umum maka termasuk kategori tindak pidana. Namun
mengenai pemidanaannya di Indonesia belum ada peraturan yang mengatur secara
eksplisit mengenai kasus ini, sebab Pasal 378 KUHP hanya mengandung unsur penipuan secara konvensional saja, selain itu Pasal 28 ayat 1 UU ITE juga hanya menyinggung berita bohong yang merugikan dalam transaksi elektronik dimana pasal tersebut belum mengatur secara khusus mengenai investasi robot trading mengingat dalam KUHP German sebagai perbandingan dimana diatur secara jelas melalui Pasal 127 dimana diterangkan secara jelas terhadap kejahatan dalam platform perdagagan digital. Sehingga dibutuhkan penegasan terhadap aturan investasi dengan menggunakan robot trading ataupun berbasis teknologi di
Indonesia agar tidak menimbulkan kebingungan.

Selanjutnya dalam mekanisme
pengembalian bagi para korban mengingat adanya unsur pidana dalam kasus ini. Adanya unsur pidana dalam kasus ini secara tidak langusung dapat menghalangi upaya korban dalam mengajukan gugatan perdata terkait kerugian yang dialami. Sebab adanya usur pidana, aset
pelaku kejahatan bisa dikembalikan kepada negara bukan kepada korban yang
dirugikan.

Namun terdapat UU.No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengatur jaminan
restitusi atas adanya tindak pidana. Maka dalam hal ini korban investasi ilegal berkedok robot trading tetap dapat mengajukan gugatan perdata dengan Pasal 1243 dan 1365 KUHPerdata
sebab adanya jaminan restitusi tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *